Rabu, 30 September 2009

Eksportir Sayuran Keluhkan Ongkos Kargo yang Mahal

Eksportir Sayuran Keluhkan Ongkos Kargo yang Mahal

BANDUNG. Eksportir sayurmayur dan buah-buahan asal Jawa Barat mengeluhkan ongkos kargo pengiriman barang ke pasar luar negeri yang mahal. Akibatnya, komoditas hasil pertanian dari Indonesia menjadi sulit bersaing. "Pemerintah harus mencari jalan keluar agar ongkos lebih murah," kata Direktur Utama PT Alamanda Sejati Utama Komar Muljawibawa di Kabupaten Bandung, Minggu (7/9).

Ia mengungkapkan, dibanding negara-negara anggota ASEAN, tarif kargo udara di Indonesia tergolong paling mahal. Komar mencontohkan, maskapai di Malaysia menerapkan tarif sangat murah bagi pengiriman sayuran lewat kargo udara karena ada campur tangan dari pemerintah. Tapi tidak demikian dengan kargo udara Indonesia. Tarif kargo Garuda Indonesia sekali pun kelewat mahal bagi pengekspor sayur-mayur dan buah-buahan.

Komar menambahkan, perihal citarasa, mutu, dan kesehatan, sejatinya produk Indonesia mampu bersaing dengan kompetitor di luar negeri. Tapi lantaran ongkos kargo mahal, harga sayuran dan buah-buahan asal Indonesia menjadi lebih mahal.

Komar menuturkan agar produk ekspor kita bersaing, pemerintah seharusnya memberikan subsidi biaya transportasi. Jika hal itu terjadi, dia tis optimis produk sayuran dan buah asal Indonesia akan kompetitif di pasar ekspor. Sebaliknya, jika pemerintah tetap mempertahankan ongkos kargo tinggi, Komar khawatir pasar ekspor sayuran dan buah-buahan Indonesia akan semakin menipis.

Komar sudah mengembangkan produk pertanian berorientasi ekspor sejak tahun 1994. Perusahaan yang berlokasi di Pengalengan Kabupaten Bandung itu menggandeng 1.000 petani sebagai mitra usaha. Tahun 2008 lalu, volume ekspor PT Alamanda mencapai 3000 ton senilai US$ 5 juta.

Produk yang mereka ekspor antara lain terdiri dari sayuran seperti buncis, kentang, kol, kubis, tomat, cabe dan jahe. PT Alamanda juga mengekspor mangga, salak, nanas, dan buah-buahan lain ke sejumlah negara seperti Singapura, Taiwan, Jepang, Arab Saudi, Pakistan, dan China.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu berjanji akan berkoordinasi dengan kementerian negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut dia, mekanisme penurunan ongkos dengan cara subsidi adalah salah satu jalan keluarnya. "Prinsipnya, kebijakan logistik ekspor dan impor ini akan menjadi fokus perbaikan pemerintah," ujar Mari.

Tidak ada komentar: